Ketika si Jelata dihadapkan sebagai pesakitan,
maka ‘hukum’ menampakkan sosoknya yang nyata: tegas, tanpa kompromi, tidak
pandang bulu, yang bersalah harus dihukum. Wajah topeng ‘kemanusiaan’pun lantas
boleh ditanggalkan. Lihat saja kasus nenek Asyani (70 tahun) si ‘pencuri kayu jati’ di
wilayah hutan Perhutani.
Ada banyak kasus serupa. Kata orang, hukum itu
seperti piramid terbalik: tajam di bawah, tapi tumpul di atas. Di sebuah
kampung yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pengemis, maka menjadi
pesuruh kantor merupakan hal yang keliru. Di sebuah negara yang pembabat hutan
besar-besaran, pemilik HPH ilegal, dan perampok dana reboisasi hutan bisa lolos
dari jerat hukum, maka memungut ranting pohon
yang luruh di dalam hutan jati milik Perhutani bisa dianggap kejahatan
besar. Konon kita bisa membeli kayu jati gelondongan dari oknum petugas
Perhutani. (Ooo, Gusti nyuwun ngapuro).
'Barang bukti' seperti inilah yang ditemukan petugas Perhutani di rumah pak Cipto, yang, katanya, milik Ayani. Si nenek mengaku bahwa itu adalah kayu miliknya, yang ditebang oleh alharhum suaninya di haran milik mereka, 5 tahun yang lalu. Bagaimana mungkin nenek renta berusia lanjut itu mampu mengangkut kayu sebanyak itu dari gudang Perhutani?
Ada dongeng menarik nih. Seorang supir truk
pengangkut kayu memarkir kendaaraannya di tepi jalan raya di seberang rumahnya
di sebuah desa. Dia sedang istirahat makan siang. Tiba-tiba dari ar ah yang
berlawanan dengan arah truk tadi, adaseorang pengemudi sepeda motor yang selip
menabrak truk yang diparkir itu dan .... tewas seketika. Polisi menahan truk dan
pengemudinya itu. Katanya karena kelalaiannya menyebabkan nyawa orang lain
melayang. Di tempat lain, seorang pemuda anak pejabat tinggi negara mengemudi
dengan kecepatan tinggi dan menabrak mobil di depannya, menyebakan beberapa
korban melayang jiwanya. Si pemuda dibebaskan dari hukuman.
Begitulah
gambaran fenomena pemberlakuan hukum di negara – yang ngakunya – hukum, di mana
hukum, katanya, harus dijunjung tinggi.
Mending ngembat Bank Century aja. 6 trilliun lebih ga ada hukuman apa2, Jadi begal motor ya dibakar hidup2. Kalau hukum di Indonesia memang begitu, ya kita ikuti aja hukum rimba ini. Yang punya duit ya yang menang.
BalasHapusTapi ya ga boleh sinis begitu dong. Mari kita perjuangkan dengan cara kita masing2. Hukum itu kan sepoerti sepatu boot tentara. Tangan siap hormat, patuh pada atasan tanpa reserve, dan sepatu pun menginjak segala yang di bawah.
BalasHapusAparat penegak hukum bayak yang kaya. Nurani jadi kering. Ambisi jadi panglima. Pokoke joged
BalasHapusMakanya banyak anak muda yang pingin jadi penegak 'hukum', walaupun harus membayar uang pelicin yang cukup besar. Polisi, Jaksa, Hakim ? Semuanya harus pakai duit biar lancar. Stl itu y ramai2lah gunakan jabatannya untuk kembalikan 'investasi'. Walaupun masih banyak juga sih aparat yang benar2 BERSIH.
HapusHakim paling Agung dan Bijaksana adalah Gusti Allah. PutusanNya pasti adil seadil-adilnya. Serahkan aja pada Beliau.
BalasHapusLha mbah Yani sudah tua kok repot repot ke pengadilan segal. KUHP aja, mbah
BalasHapusMantab
Hapus