Lagi-lagi....... Tax Amnesty / TA
Akronim TA sudah jadi topik pembicaraan banyak orang,bahkan
sampaike warung kopi di pelosok kampung. Pemerintah ternyata tidak bisa
mencapai sasaran yang dicanangkannya. Tidak akan ada devisa ratusan trilyun
yang akan mengalir kembali (repatriasi) ke Indonesia. Harapan pemerintahan JKW
(bukan ‘Jessica Kumala Wongso’ lho) untuk mengatasi kekurangan duit (istilah
kerennya : defisit anggaran belanja) hanya tinggal harapan. Mana mau
orang-oarang kaya, koruptor, pejabat tinggi, menaruh kembali uangnya di
Indonesia, setelah bertahun-tahun menikmati nyamannya punya uang haram di luar
negeri. Di sana pajak penghasilan atas bunga simpanan (bukan isteri simpanan
ya) pasti lebih kecil, dan lebih AMAN.
Sasarannya lalu rakyat biasa yang punya rumah, tanah,
deposito, emas, dll hasil jerih payah menabung selama bekerja. Banyak komentar
dari para pakar dan pengamat tentang hal ini. Wong sudah bayar PPH Final,
BPHTB, notaris, dan biaya lain, kok sekarang disuruh bayar uang tebusan pula. Azas
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia kok rasanya tidak berjalan ya.
Sebetulnya sederhana saja. Yang ribut atau kontra terhadap
TA ini adalah mereka yang selama ini tidak melaporkan harta kekayaannya, dan
mungkin tidak atau belum membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh untuk
memiliki harta kekayaan tersebut. Ya, sudah lapor ajalah. Kalau ga lapor? Ya
risikonya boleh ditanggung sendiri kelak. Mau pandangan yang agak sinis dan
skeptis? Toh di tahun 2018 Ditjen Pajak ga mungkin bisa melacak semua harta
yang tidak dilaporkan itu.
Ditjen Pajak pun melakukan analisa amat sederhana. Mana
mungkin seseorang dengan penghasilan 10 juta per bulan dan menabung 1 juta per bulan, setelah bekerja selama 30
tahun bisa memiliki harta senilai 50 milyar. Bisa aja bung. Banyak kan pejabat,
baik sipil maupun militer, yang bisa seperti itu, bahkan lebih? Lha mbok itu
aja yang diteliti.