Multatuli (Dr. Eduard Douwes Dekker) pernah menulis: “ Yang
utama adalah HIDUP, sekalipun hidup melarat. Kejahatan memalukan, bukan
kemiskinan”. Tak seorang pun di antara kita yang mau menjadi miskin secara
materi. Kita ingin hidup layak, sejahtera, cukup memenuhi kebutuhan hidup,
walaupun tidak kaya. Semuanya amat relatif. Buat saya mungkin dengan Rp 3 juta
bisa memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga (1 istri dan 1 anak). Bagi orang lain
dengan jumlah jiwa yang sama, mungkin butuh Rp 7 juta (seperti keputusan
pengadilan menghukum Bopak untuk menyantuni bekas istri dan anaknya). Buruh
menuntut Rp 3,7 juta per bulan. Lha bagaimana dengan mereka yang berpenghasilan
Rp 10 ribu per hari?
Makanya banyak orang memilih melakukan kejahatan, walaupun
memalukan, daripada hidup melarat. Para koruptor juga begitu. Bagi mereka
penghasilan Rp 50 juta per bulan adalah kemiskinan. Dan lalu mereka korupsi
supaya bisa berpenghasilan milyaran, bahkan trilyunan.
Kawan, kemiskinan dalam artian sebenarnya sudah menjadi
struktural. Protestant Ehics (etika penganut Kristen Protestan) yang
melandasi aliran kapitalisme beranggapan kemiskinan adalah akibat dari
kemalasan. Jadi kalau kamu ingin kaya, kamu harus bekerja. Kalau malas bekerja
ya jadi miskin. Masalahnya sekarang adalah ada orang yang malas bekerja bisa
jadi kaya, sementara yang rajin pun (tukang becak misalnya) ya tetap miskin.
Ini juga terkait masalah marjinalisasi.
Simaklah sajak Rendra berikut ini. Apa yang ditulis Rendra
hampir 40 tahun silam itu rasanya masih relevan hingga kini. 70 tahun kita
merdeka; dan persoalan itu masih tetap ada.
ORANG-ORANG MISKIN
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
Yogya, 4 Pebruari 1978
WS Rendra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar