Selasa, 30 Agustus 2016



Lagi-lagi....... Tax Amnesty / TA




Akronim TA sudah jadi topik pembicaraan banyak orang,bahkan sampaike warung kopi di pelosok kampung. Pemerintah ternyata tidak bisa mencapai sasaran yang dicanangkannya. Tidak akan ada devisa ratusan trilyun yang akan mengalir kembali (repatriasi) ke Indonesia. Harapan pemerintahan JKW (bukan ‘Jessica Kumala Wongso’ lho) untuk mengatasi kekurangan duit (istilah kerennya : defisit anggaran belanja) hanya tinggal harapan. Mana mau orang-oarang kaya, koruptor, pejabat tinggi, menaruh kembali uangnya di Indonesia, setelah bertahun-tahun menikmati nyamannya punya uang haram di luar negeri. Di sana pajak penghasilan atas bunga simpanan (bukan isteri simpanan ya) pasti lebih kecil, dan lebih AMAN.


 Sasarannya lalu rakyat biasa yang punya rumah, tanah, deposito, emas, dll hasil jerih payah menabung selama bekerja. Banyak komentar dari para pakar dan pengamat tentang hal ini. Wong sudah bayar PPH Final, BPHTB, notaris, dan biaya lain, kok sekarang disuruh bayar uang tebusan pula. Azas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia kok rasanya tidak berjalan ya. 


Sebetulnya sederhana saja. Yang ribut atau kontra terhadap TA ini adalah mereka yang selama ini tidak melaporkan harta kekayaannya, dan mungkin tidak atau belum membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Ya, sudah lapor ajalah. Kalau ga lapor? Ya risikonya boleh ditanggung sendiri kelak. Mau pandangan yang agak sinis dan skeptis? Toh di tahun 2018 Ditjen Pajak ga mungkin bisa melacak semua harta yang tidak dilaporkan itu.
Ditjen Pajak pun melakukan analisa amat sederhana. Mana mungkin seseorang dengan penghasilan 10 juta per bulan dan menabung  1 juta per bulan, setelah bekerja selama 30 tahun bisa memiliki harta senilai 50 milyar. Bisa aja bung. Banyak kan pejabat, baik sipil maupun militer, yang bisa seperti itu, bahkan lebih? Lha mbok itu aja yang diteliti. 

Kembali ke hati nurani mu, kawan. Mau lapor atau tidak, ya terserah kalian lah...

percik lazuardi